Sebenarnya semua itu mufakat.
Aturan yang dibuat di dunia ini semuanya hasil mufakat. Ilmu pun juga begitu,
kenapa 3x7=21 atau kenapa dalem paru-paru yang memfilter udara namanya alveolus kenapa
bikin video porno di taman kota itu tidak etis dan kenapa kenapa lainnya itu
mufakat. Mufakat terbaik untuk kebaikan yang paling baik untuk manusia,
sementara ini.
Bermufakat dengan orang lain
tidak sesederhana ‘ya’. Seseorang mempunyai tujuan untuk dipertahankan, kita
juga mempunyainya. Seseorang mempunyai masa lalu untuk diteladani, kita pun. Seseorang
mempunyai kondisinya sendiri-sendiri, sama dengan kita. Bagaimana cara
bermufakat yang kedua berasa menang?
Mari mengeri apa yang dimaui
teman bermufakat kita. Dengarkan ide-ide mereka, cerna, pikirkan, putuskan. Tidak
ada ide yang jelek yang ada hanya ide yang belum terpakai, tulis Yoris. Mari buat
ide itu seterpakai mungkin dengan cara membesarkan wawasan kita, pengetahuan,
dan hati kita. Semakin besar wawasan, pengetahuan, dan hati akan membuat kita
mudah mencerna ide dan akan mudah bermufakat, setidaknya lebih cepat dalam
bermufakat. Ibaratkan saja wawasan, pengetahuan, dan besarnya hati itu adalah
titik-titik yang membuat bangun-bangun ini. Dengan sedikit titik-titiknya,
sudut yang dibuat akan semakin kecil semakin lancip, jika dikenai orang lain
akan lebih sakit dibandingkan dengan bangun yang bertitik banyak, dengan sudut
yang tumpul akan membuat itu tidak sakit. Sejatinya lingkaran itu adalah bangun
segi enam, segi delapan, segi enam puluh lima yang titik-titik pembuatnya
begitu banyak hingga garis-garis yang menghubungkan titik tidak terlihat lagi.
Semakin banyak titik, semakin melingkar, semakin tidak sakit mengena orang.
Disamping itu semua, tidak ada
yang lebih penting dari bermufakat diri sendiri. Sering lebih susah bermufakat
dengan diri sendiri daripada orang lain. Silahkan ambil mufakat yang paling
mendekatkan diri kita dengan tujuan kita, tujuanmu membentukmu. Dan mufakatlah
jika kita tau tujuan itu sudah di depan kita delapan langkah, majulah langsung
delapan langkah tidak usah belok kanan belok kiri, waktumu kita tidak banyak. Mas
Adin –kakak angkatan- yang berujar tentang berjalan lurus ke tujuan itu.
Mufakat yang tidak bisa kita tahu
maksud dan tujuannya itu hanya mufakat Tuhan dengan diriNya. MufakatNya belum mufakat.
Masih harus menunggu waktu untuk mengetahui mufakat antara Tuhan dengan
Malaikat Izrail kapan kita kembali mengarwah. Masih harus menunggu waktu untuk
mengetahui mufakat Tuhan dengan takdir seseorang yang akan menjadi sandingan di
foto ruang tamumu kelak.
Mari kita berjalan lurus ke
tujuan kita, menjadi lingkaran, dan berpasrah hidup kepada Tuhan, karena
mufakat Tuhan tentang kita, hanya tinggal waktu saja. Mufakat ya?