Monday, September 6, 2021

Koh Johan & Ci Lilik

Ternyata kemampuan kita berpikir abstrak tidak datang tiba-tiba. Ada masa ketika orang-orang mulai punya waktu luang yang sebelumnya tidak ada. Masa itu adalah masa bercocok tanam dan berternak. Kalau tidak salah masa bercocok tanam dan berternak hadir setelah masa berburu dan meramu. Sebelumnya kalau berburu membutuhkan banyak energi dan cepat capek. Yakali gocek-gocekan ama rusa nggak capek. Kalau bercocok tanam dan berternak lebih slow. Sore-sore kerjaan dah selesai soalnya lumbung dah terisi. Mulailah "anjir masa si kawanan sebelah tendanya melengkung" terdengar diantara percikan api unggun. Hari ke-tujuh bercocok tanam dan berternak topik pembicaraan setelah bekerja mulai lebih abstrak "kenapa air mengalir? kenapa dunia berputar?" lalu terdengar lihat segalanya lebih dekat dan ku akan mengerti. Lagu Sherina.


Rekaan cikal bakal fafifuwasweswos

Jogja menjadi tempat yang komunitasnya cukup lengkap. Mau bahas apa? Sepertinya ada semua. Basket pake jersey gundam? Ada. Jaket jeans bawa madilog rokoknya gudang garam merah? Ada. Sepedaan tapi kudu naik tangga biar bisa duduk sadel? Ada. Drag race stang jepit? Ada. Komunitas matador cupang belom ada. Komunitas meditasi? Ada. Seperti dunia modern dan canggih, pembicaraan komunitas tidak hanya terjadi ketika bertemu.


Di antara notif slack dan kolom-kolom kontak yang sedang typing di WhatsApp. Aku dan Mbak Fata membicarakan tentang relasi romantis sebagai peristiwa politis seperti yang aku tulis di Dalam Tujuh Hari Kan Ku Berikan Engkau Dua Hari. Rangkuman singkat, kalau relasi itu tentang memahami dan berkompromi, lalu relasi romantis adalah keputusan logis. Lalu pertanyaannya sama, lalu rasa apa yang mendasari relasi?


"Bukankah cuma tinggal cari yang kita nyaman spend time with?" tanya Mbak Fata. Topik-topik ini disertai dengan pertanyaan-pertanyaan yang sulit untuk dijawab. Karena pikiran mencari-cari jawaban yang rasional atas sparkling-sparkling rasa suka. Sedangkan ternyata pikiran sangat terbatas. Thanks to mas-mas dan mbak-mbak yang bercocok tanam dan berternak karena sudah memulai kegiatan yang ujungnya pertanyaan yang sulit ini.


Di komunitas meditasi ada yang selalu datang berdua, berapapun kapasitas pesertanya. Koh Johan dan Ci Lilik. Pasangan berusia 40 akhir, awal 50 tahun. Kedua orang ini selalu datang agak cepat, memilih pojok-pojok yang nyaman. Selesai meditasi mereka makan berdua, yang lain berbincang Koh Johan dan Ci Lilik nyaman berinteraksi berdua. Kalau dirasa cukup mereka berdua akan pulang. Hal di atas dilakukan berkali-kali. Bertahun-tahun. Bukankah itu relasi romantis?


"Mungkin berpasangan tu kaya Koh Johan sama Ci Lilik, nyaman spend time together. Even meditasi dan kegiatanya diem-dieman," kata Mbak Fata. Nggak tau juga kalau ada satu malam yang ternyata mereka datang saat sedang marahan. Aku bersiap mengetik balasan saat notif slack bunyi, oiya ada preview yang belum dikirim.