Sunday, November 4, 2012

Mufakat

Pernah bertanya-tanya kenapa seminggu itu dimulai Senin? Kenapa setelah 6 pasti 7? Atau kenapa bulan keempat itu April? Itu semua adalah mufakat para orang terdahulu sebelum kita. Orang dulu berkumpul, membahas, mencari nama-nama itu, mencari filosofi paling mulia, dan bersepakat.

Sebenarnya semua itu mufakat. Aturan yang dibuat di dunia ini semuanya hasil mufakat. Ilmu pun juga begitu, kenapa 3x7=21 atau kenapa dalem paru-paru yang memfilter udara namanya alveolus kenapa bikin video porno di taman kota itu tidak etis dan kenapa kenapa lainnya itu mufakat. Mufakat terbaik untuk kebaikan yang paling baik untuk manusia, sementara ini.

Bermufakat dengan orang lain tidak sesederhana ‘ya’. Seseorang mempunyai tujuan untuk dipertahankan, kita juga mempunyainya. Seseorang mempunyai masa lalu untuk diteladani, kita pun. Seseorang mempunyai kondisinya sendiri-sendiri, sama dengan kita. Bagaimana cara bermufakat yang kedua berasa menang?




Mari mengeri apa yang dimaui teman bermufakat kita. Dengarkan ide-ide mereka, cerna, pikirkan, putuskan. Tidak ada ide yang jelek yang ada hanya ide yang belum terpakai, tulis Yoris. Mari buat ide itu seterpakai mungkin dengan cara membesarkan wawasan kita, pengetahuan, dan hati kita. Semakin besar wawasan, pengetahuan, dan hati akan membuat kita mudah mencerna ide dan akan mudah bermufakat, setidaknya lebih cepat dalam bermufakat. Ibaratkan saja wawasan, pengetahuan, dan besarnya hati itu adalah titik-titik yang membuat bangun-bangun ini. Dengan sedikit titik-titiknya, sudut yang dibuat akan semakin kecil semakin lancip, jika dikenai orang lain akan lebih sakit dibandingkan dengan bangun yang bertitik banyak, dengan sudut yang tumpul akan membuat itu tidak sakit. Sejatinya lingkaran itu adalah bangun segi enam, segi delapan, segi enam puluh lima yang titik-titik pembuatnya begitu banyak hingga garis-garis yang menghubungkan titik tidak terlihat lagi. Semakin banyak titik, semakin melingkar, semakin tidak sakit mengena orang.

Disamping itu semua, tidak ada yang lebih penting dari bermufakat diri sendiri. Sering lebih susah bermufakat dengan diri sendiri daripada orang lain. Silahkan ambil mufakat yang paling mendekatkan diri kita dengan tujuan kita, tujuanmu membentukmu. Dan mufakatlah jika kita tau tujuan itu sudah di depan kita delapan langkah, majulah langsung delapan langkah tidak usah belok kanan belok kiri, waktumu kita tidak banyak. Mas Adin –kakak angkatan- yang berujar tentang berjalan lurus ke tujuan itu.

Mufakat yang tidak bisa kita tahu maksud dan tujuannya itu hanya mufakat Tuhan dengan diriNya. MufakatNya belum mufakat. Masih harus menunggu waktu untuk mengetahui mufakat antara Tuhan dengan Malaikat Izrail kapan kita kembali mengarwah. Masih harus menunggu waktu untuk mengetahui mufakat Tuhan dengan takdir seseorang yang akan menjadi sandingan di foto ruang tamumu kelak.

Mari kita berjalan lurus ke tujuan kita, menjadi lingkaran, dan berpasrah hidup kepada Tuhan, karena mufakat Tuhan tentang kita, hanya tinggal waktu saja. Mufakat ya?