Tuesday, July 30, 2013

Kata yang Berkembang

Semalam berbincang bersama sahabat lama. Diantara jus pisang, mengembalikan obrolan hangat yang udah berbulan hilang. Topik meluncur dari topik tabu (IP kuliah) sampe bab gebet menggebet. Setelah beberapa kisah cinta anak kuliah menguap, ada beberapa bagian membenang merah, masih  tentang cinta mencinta, ada beberapa tanda yang datang menyertai:

Daging diantara mesin
Daging itu bertumbuh sedangkan mesin ditumbuhkan. Ketika seseorang melihat yang lain seperti mesin, mempasif, hanya tentang keteraturan, dan rutinitas. Maka jika dia, sosoknya seolah hidup, menghidupkan, ataupun saling terhidupkan. Sedangkan kepada yang lain tidak.

Pohon diantara listrik
Pohon yang jejer-jejer dengan tiang listrik. Ketika yang lain hanya sebagai penyambung hidup yang tegak dan dingin, pohon bisa berdiri hangat memberi kehidupan. Tidak hanya yang berlalu cepat sudah saja. Tapi sempat mampir untuk diam menghirup makna, bersantai mengingat hari, sandaran relaksasi, atau yang setia menunggu kembali dengan ikatan tanpa sadari.

Kata diantara tanda
Ketika berkata dengan yang lain berakhir dengan “oh iya” “iya to?” atau “welok!”, iya, berkata dengan yang lain selalu berakhir dengan tanda. Tapi jika tentang dia, ada kata yang selalu berturut dan tergambarkan kabur untuk dia, kata yang terasa dan terbata halus.

Koma diantara titik
Ketika berbicara dengan orang lain cepat bertemu titik, dengannya selalu ada koma dan sulit berakhir. Hingga saling bingung mencari cara untuk mengakhiri jamuan pertemuan yang cepat malam.

Ah naif, cinta selalu naif untuk diberbincangkan. Kadang cinta sesederhana daging, pohon, kata, bahkan koma. Atau kadang cinta semaknanya menjadi orang yang terpahami atau semaknanya terperosok dan butuh seseorang untuk bilang “nggak papa, ayo berdiri.” Berlogika tentang cinta membuat sadis, berasa dengan cinta membuat naif. Bahkan menulis tentang cinta dengan berusaha menggabungkan logika dan rasa, seolah koyo cah kurang turu (orang kurang tidur, ealah).

Ya semoga kekurang-turuanmu membimbingmu kepada sang daging, sang pohon, sang kata, sang koma. Lengkap, tanpa kurang. Cheers! *tos jus pisang*

Sunday, July 14, 2013

Dikotomi

Ada satu hal yang bener-bener sepaket, nggak bisa dipisahkan. Positif dan negatif. Semua sesuatu memilikinya. Seperti laper dan butuh makan, kamu akan kenyang dan uangmu berkurang. Seperti belajar, kamu akan pintar dan waktumu akan terbuang membosankan. Seperti naksir seseorang, kamu akan dibalas dan dicampakan. Seperti takut hantu yang mungkin sekarang ada di sampingmu, kamu akan takut dan semakin beriman. Seperti berencana masa depan, kamu akan berhasil atau oleng seketika.




Begitupun diri, ketinggian badanmu akan memberimu manfaat ketika nonton dari belakang kerumunan, atau keliatan banget kalo bajumu kedodoran. Yang penting itu bukan seberapa banyak positif dan negatifnya, yang penting bagaimana kita bisa tau dengan jelas positif negatif dan sadar tentangnya, lalu menggunakannya saat tepat dan waktu sedia. Semua seperti sepaket mempunyai dua sisi mata uang yang bersama tidak terpisahkan dan saling bertolak belakang, dikotomi.