Thursday, October 27, 2016

Z Generation: an Independent Locomotive

Tab explore instagram adalah sebuah hutan. Hutan dari persepsi instagram atas preference-ku. Since instagram memutuskan bahwa urutan tampilan foto di tab home tidak akan serta merta urut berdasar waktu upload, tapi berdasarkan alogaritma tertentu yang udah dibuat. Memang akhirnya membuka peluang untuk pengiklan agar mendapat ruang lebih pada pasarnya.

Hutan tab explore sempat menuntunku pada sebuah post tentang perbedaan generasi X, Y, dan Z membahas tentang perbedaan karakteristik setiap generasi. Pembagian generasinya, generasi X memiliki batas bawah tahun lahir adalah 1979, generasi Y berada pada tahun lahir 1980 sampai 1994, dan generasi Z berada pada tahun lahir 1995 sampai 2010. Dilihat dari periodenya, generasi Z ini yang memang tumbuhnya berbarengan dengan tumbuh dan berkembang pesatnya teknologi dan informasi.

Instagram memang jadi fenomena, kolam yang besar dengan ikan yang sudah terlampau banyak. Memiliki konten yang sama, tone yang sama, teknik yang sama, caption yang identik, pada akhirnya sudah susah membedakan antara satu dengan yang lain. Tapi yang jelas, perbedaan di instagram antara generasi X dan Z, minimal generasi Z ini like pada satu foto bisa sampe 120 likes. Since orang-orang ini bukan siapa-siapa, dalam artian hari-harinya juga belajar, nongkrong juga, les juga, bukan seorang rapper dengan funny pack atau seorang pengusaha dengan konsep bisnis yang berbeda. Dibandingkan dengan generasi X yang memiliki status dan tingkatan yang tidak jauh berbeda, jumlah like dalam 1 foto sekitar 30 saja. Seperempatnya.

Saya tidak bermaksud menuhankan jumlah like, tapi let me get this straight, ada satu posisi di sebuah agency yang memang mikirin growth dari sebuah akun, dan ini anak muda, masih dalam posisi tengah dari kurva normal, sudah melakukan hal ini lebih baik dari generasi X. Pada akhirnya mikir juga, gap apa lagi ya yang sudah terjadi antara generasi Z ini dengan generasi sebelumnya.

Apakah akan datang lebih cepat waktu dimana Z ini memandang orang ke mall dengan sneaker, kaos, dan celana slim fit/ skinny yang akan dibilangnya "yah kuno, norak"? Who knows this hypebeast generation fashion goes?

Apakah akan datang lebih cepat waktu dimana Z ini memandang gitar dan drum sebagai alat musik sakral dan kuno sedangkan dia akan bilang "oh ini alat musik asal dari fill in di EDM"? Semua alat musik ada di software yang dipake so-called-DJ.

Apakah ngeband (hey semua anak 20 tahunan pernah ngeband waktu SMA SMP!) dan main BMX akan menjadi oldschool lebih cepat? Studio band sudah hampir hilang dan semakin sedikit anak sekolah main BMX.

Ada yang masih liat anak SMA mulai ngeblog? Dulu banyak!

In the end of the day, gap antara pola pikir dan perkembangan yang terjadi pada Z dengan generasi sebelumnya akan lebih lebar lagi kalau X tidak menyadari sudah cukup jauh jaraknya. Belum lagi kalau Z udah sampai di umur 22, 23, atau post college dengan apa-apa saja yang mereka bisa lakukan. Semakin terbuka informasi sejak muda, semakin banyak pengaruh yang ada.

Seorang HR pernah cerita, Z ini kalau cari kerja, kalau kerja "harus dari 0" atau "susah dulu" akan lebih memilih bikin start up yang katanya "susah dulu untuk diri sendiri". Sebegitu risk taker dan independent lah mereka.

Enggak, aku juga nggak menyuruh X ini untuk langsung latah menyamai Z dari ujung rambut sampe ujung sepatu, dari genre musik sampe cara bekerja. Brace yourself. The new wave is coming.

Wednesday, June 29, 2016

0.00917

Bulan puasa punya nuansa magis setiap tahunnya. Cuma di bulan puasa setiap sore keluarga bisa kumpul makan bareng, yang dihari biasa cuma terjadi saat special event. Cuma dibulan puasa bisa kompak nonton bola bareng-bareng. Terlebih bulan puasa tahun 2016 bertepatan dengan Copa America dan EURO Cup. Jam 20.00 bola, jam 23.00 bola, jam 02.00 bola, jam 06.00 bola, jam 08.00 bola. Marhaban ya bal balan.

Bulan puasa tanpa disadari bikin time management lebih teratur karena setiap orang punya fixed agenda setiap adzan maghrib dan waktu subuh. Waktu meeting menjadi lebih teratur, jadwal kerjain ini itu lebih teratur, jadwal tidur lebih teratur, dan jadwal nonton lebih teratur. *lho

Ada satu momen di bulan puasa yang selalu datang setiap tahunnya, dimana bulan puasa menyediakan contemplative time. Ada momen dimana kita dipaksa sendiri, melakukan self talk, dan merenung. Saat menunggu iqomah sholat subuh, saat dengerin khotbah Jumat yang kalau dibulan puasa jadi lebih khusyuk, dan saat  macet di jalan menuju tempat bukber.

Bulan puasa 2016 bertepatan dengan resign-nya beberapa teman di kantor. Ada yang berniat untuk kembali ke asalnya kembali ke keluarganya, ada yang berniat untuk kembali ke kotanya untuk mengembangkan usaha sampingan, dan ada yang berniat untuk menerima, menerima jawaban bahwa rejeki tidak pernah tertukar.

Berada di kantor yang isinya anak muda semua, yang paling tua 30an tahun, membuat ego dan emosi yang pendek. Keempat orang yang resign pada bulan puasa ini sudah membulatkan niat, berusaha menyingkirkan ego dan memanjangkan emosi. Dianggap level berikutnya dari bekerja di sini. Sayangnya kenaikan level tersebut yang mereka resign.

Beberapa dari kita bangun setiap pagi untuk memenuhi ambisi diri. Bangun setiap pagi untuk memberi makan ego pribadi. Bangun setiap pagi untuk menyumpah serapah untuk mendapat pembenaran hakiki.

0.00917 adalah perbandingan besar bumi terhadap matahari. Matahari lebih besar dari bumi 109 kalinya. Kita berada di tempat bernama bumi itu dengan ambisi dan ego diri pribadi.

Bukan ini bukan bahan ceramah sholat Jumat. Tetapi humanity tanpa hitung untung dan rugi yang perlu diberi, agar kodrat diri sendiri tidak hilang ditelan bumi.

Wednesday, May 11, 2016

Skripsi

Semester ini aku cuma ambil 1 mata kuliah, hari Selasa, ngulang mata kuliah yang nilainya harus aman kalo mau ambil S2. Mau ngambil S2 atau enggak, yang penting nilainya beres dulu. Di kelas itu angkatan 2012 nggak banyak, yang sedikit itu biasanya dateng mepet, duduk di belakang, dan kerjaannya ngobrolin update-update terbaru di kampus. Maklum udah jarang ke kampus.

Karena ada fase dimana ke kampus dalam seminggu bisa dihitung jari. Dimana komunikasi sama angkatan longgar. Dimana kamu sering ke TU atau ruang dosen. Dimana tiba-tiba kamu intens WhatsApp sama dosen. Dimana kamu ngerasa waktumu nggak banyak.


Skripsi.

Spotku di kantor udah begitu. Komputer gawe, laptop isi batre buat nyari spot enak buat lanjut nulis artikel, dan to do list yang antri dicoret. Tight. Apalagi untuk aku yang nggak biasa dengan tata tulis dan bahasa ilmiah, nulis ini butuh waktu untuk memahami. Nggak tau ini perks of being psychology students atau emang semua dosen pembimbing skripsi kaya gini. Jadi ceritanya di tahap awal banget dari skripsi, dimana tulisan masih belum terarah yang ilmiah, dosen malah kasih tau karakterku dari tulisan artikelku.

Dan dosen memberi tahu sesuatu tentang penulisan ilmiah. Skripsi ini adalah sebuah argumen yang kamu buat, dimana di dalamnya kamu nggak bisa selalu menjadi center atau mendominasi pembicaraan, dalam kasus pembicaraan yang dimaksud adalah antara penulis dan pembaca artikel. Skripsi ini adalah perwakilan dari pola pikirmu, dimana rasamu juga harus terasa hingga ke baris selanjutnya. Skripsi ini adalah sebuah argumen yang kamu buat, dimana asumsi itu membunuh. Skripsi ini adalah belief dari apa yang kamu pelajari, bukan hanya barisan teori tentang suatu tragedi. Apapun jurusanmu.

Setiap orang punya beliefnya masing-masing. Setiap orang punya argumen masing-masing. Setiap orang punya proses dan cara sendiri dalam menjelaskan belief yang dimilikinya ke orang lain. Jadilah skripsi adalah sebuah karya, hasil cita, rasa, dan karsa. Karya seni sederhana yang semua mahasiswa bisa reka.

Monday, May 2, 2016

Salah Gue? Temen-temen Gue? #AADC2

There is some magic on moving picture sequence called movie. Batman The Dark Knight Rises, 500 Days of Summer, Janji Joni, Banyu Biru, Shawshank Redemption, dan The Simpsons Movie (big fans!), adalah beberapa film yang aku tonton berkali-kali, sampe sempet aku hapus file filmnya, kangen lagi, cari lagi, tonton lagi.

Beda dengan bioskop, nggak banyak film yang sampe ditonton sampe dua kali di bioskop. Karena dari film rilis, tunggu 2 bulan, tau tau ruangan sebelah udah bawa file HD nya. Dan ada apa dengan cinta 2, bukan film yang bakal keluar selain di bioskop (idk, DVDs?). Tapi karena itu, aku nonton dua kali.

Nonton pertama, bareng sama anak-anak yang emang concern sama update-update film awarding toronto cannes what ever it is, semua film doyan, ya, anak-anak yang dulunya kuliah komunikasi. Nonton kedua bareng sama orang-orang yang suka tentang hal-hal hype dan apapun itu film yang ditonton harus jelas, ya karena mereka ga banyak waktu, anak-anak yang baru persiapan coas dokter, anak-anak dari fakultas kedokteran. Jokesnya beda, hal menariknya beda, perspektif beda. Let's see perbandingannya.

Setting lokasi film ini ada di 3 kota, New York, Jakarta, dan Jogjakarta. Beauty shoot dari ketiga film itu cukup oke, nggak ada drone karena ini film drama which is nggak perlu banyak dramatic scene tentang lokasi. Visual comedy di film ini dapet banget. Ekspresi, visual contrast, camera movement, dan bahkan beberapa local content macam "awas asu" atau "ngebut benjut" yang pas nonton di studio pasti ngakak mau nonton sama segmen yang mana. Tapi sayangnya ada beberapa scene yang itu nggak halus movementnya, bahasa jawanya "nggredek".

AADC 2 mengambil konflik orang dewasa awal mau ke tengah, jodoh & nikah. Masalah yang sangat universal. Bagi anak komunikasi sih santay aja kali ya, just another life issues in movie, anak kedokteran, baper. Nggak semua juga sih.

Bahasa-bahasa yang diangkat pun masih ada bahasa angkatan 90an salah satunya "bokis" yang sekarang udah jarang terdengar. Langsung ngira kalo target primer film ini emang orang-orang yang tumbuh dengan nonton film AADC pertama. Reuni geng, konflik personal interest, dan ego masih bakal keliatan di film ini. Enough for the plot.

Yang paling keliatan dari film ini adalah product placementnya, LINE, L'Oreal, Aqua, Lenovo, dan Mitsubishi. LINE, L'Oreal, dan Aqua masih haluslah. Mitsubishi yang statementnya kuat banget. Spoiler alert: ada scene dimana cewek naik Pajero putih, ngebut, lincah, tiba-tiba ada truck masuk, oleng, dan selamet. Usaha untuk membuktikan bahwa Pajero-nggak-bakal-muter-atau-salto-pas-banting-setir dibikin bagus, tapi malah membuat kekonyolan dan terkesan dipaksakan.

Salah satu temenku pernah bilang kalo beberapa dari orang di luar sana ada orang yang saling jatuh cinta, tapi ada beberapa juga yang cintanya sementara, diwaktu yang salah, terlambat, bahkan selamanya. Film ini bisa membuktikan kata-kata di atas dengan halus walaupun satu dua plot hole masih bisa dimaklumi.

Sekian review dari saya.

Thursday, February 18, 2016

Saying I Love You

Mas Putro, COO Kulina suatu ketika pernah mengisi kelas di abankirenk. Dia bercerita tentang bagaimana membangun Kulina dan alasan dibalik kenapa Kulina hanya ada di Jakarta saja. Saat tengah menjelaskan ada beberapa kalimat yang sampe beberapa hari kemudian masih aku pikirin.

"Jogja, itu bukan kota yang ideal untuk mencari masalah dan membuat start up. Pergilah ke luar, kota lain biar bisa bedain ketidakidealan Jogja. Jogja hanya cocok untuk eksekusi start up, bukan mencari masalah"

Begitu kira-kira kata dia. Beberapa hari, diperjalanan pulang, di atas vespa, mencari alasan-alasan logis dibalik pernyataan itu.

Minggu lalu aku habis dari Surabaya, tempat yang enggak ideal untuk sebuah liburan. Hampir sama penuhnya sama  Jakarta, sempat kejebak macet juga. Tapi dari kejadian-kejadian itulah masalah ada, butuh diselesaikan, dan ternyata banyak juga start up start up yang lahir di Surabaya.

Tapi tetep, salah satu masalah yang mungkin sering muncul adalah komunikasi. Memberi tahu maksud kepada orang lain adalah bukan hal mudah. "Kalau komunikasi itu gampang, kenapa ada jurusan komunikasi?", suatu hari kata Bang Rizal. Solusi dari masalah komunikasi sudah banyak, LINE, WhatsApp, BBM sudah lebih baik dan efektif dibanding SMS dan bahkan pager. Hal-hal tersebut udah meminimalisir tidak sampainya pesan dari satu orang ke orang lain. Tapi gimana kalau yang tidak sampai adalah perasaan? Sayang contohnya.

Setiap hari Jumat di divisi creative abankirenk ada forum kecil-kecilan namanya Eat, diambil dari kata creative, kami berasumsi untuk menjadi kreatif kita harus diberi eat, diberi makan. Setiap Jumat kami makan menu yang berbeda-beda dari orang yang berbeda-beda.

Jumat kali itu diisi oleh Rintriani Pardede (you can have her ig here). Dia mengungkap bahwa rasa sayang dan cinta juga bisa salah penyampaian. Rasa yang dipunyai nggak nyampe ke objek sayang kita. Ada 5 jenis bahasa cinta menurut buku Gary Chapman. Affirmasi, waktu yang berkualitas, act of service, physical touch, dan melalui kata-kata.

Tapi satu hal yang pasti aku inget tentang mengungkapkan rasa sayang, dimana orang tua bisa menerima dan menjadi temen bagi anak-anaknya.

Monday, January 18, 2016

&

Satu lagi bukti bahwa uts dan uas merupakan salah satu keadaan yang bikin produktif ngeblog. Beberapa kali rehat ngeblog, nggurus ini itu, ngobrol ini itu, pengen ngepost eh ketiduran, ada bahan eh nuanginnya ga nyampe. Tapi kalau masuk masa uts uas gini, pasti jadi deh semua. Contohnya post ini. Mungkin karena kalau ujian pasti ada masa dimana kita mengevaluasi refleksi 14 pertemuan aku ngapain aja, mengevaluasi refleksi 14 pertemuan aku nyatet apa, mengevaluasi refleksi kenapa penyesalan harus dateng belakangan...

Penyesalan kenapa jatah 3 kali absen ga selalu digunain semua. Hahaha.

Atau mungkin uts uas adalah waktu dimana kita ngerasa kita adalah orang yang bertanggung jawab sama diri sendiri. Nggak ada yang bisa digantungkan selain diri sendiri. Nggak ada yang bisa bantu selain diri sendiri.

Nggak maksud disini untuk menghilangkan peran manusia sebagai makhluk sosial, tapi intinya i can't help you, you can help you. Selalu ada komitmen dan semangat untuk explore pada diri sendiri untuk mendapatkan hasil yang diharapkan dari setiap orang.



Atau mungkin uts uas adalah tempat dimana kamu bisa ketemu dan ngobrol lama dengan temen-temenmu. Bisa cerita-cerita tentang topik sekitar besok mau ngapain. Bisa inget-inget tentang coret-coretan curhatan yang distikerin di kursi barisan depanmu pas kuliah. Bisa sadar kalau waktumu nggak banyak lagi bersama mereka.

Untuk teman-teman yang sudah pernah bertukar pikiran, berkolaborasi, akan bertukar pikiran, dan akan berkolaborasi. Kalian awsum.

Berbahagialah. *sambil dengerin one out of two