Monday, August 14, 2023

Sementara Ngene Sik: Anthology of Not Yet

Semalam aku berkunjung ke warung kopi yang sudah lama aku tidak kunjungi. Dulu aku hampir mengunjunginya tiap hari. Karena bagiku di situ tempat yang paling nyaman, yang paling bisa membuatku mengerjakan apapun. Itu adalah kunjungan pertama sejak beberapa bulan terakhir. Bahkan aku tidak ingat persis kapan terakhir kali aku ke situ. Rasanya seperti reuni. Alasan kenapa aku tidak pernah lagi mengunjungi tempat itu karena aku merasa aku sudah menjadi orang yang berbeda dibanding beberapa bulan yang lalu. Aku merasa aku dan warung kopi ini sebagai teman tidak terlalu nyambung lagi.

Pada warung kopi yang lain, aku bermain truth or dare. "Sebutkan satu bahasa yang kamu ingin kuasai dan kenapa." Aku dapat truth. "Bahasa latin." "Lho kenapa?" "Banyak istilah dalam bahasa latin yang dari dulu udah ada sampai sekarang masih relate." Salah satunya adalah sic transit gloria mundi, yang artinya tidak ada yang abadi kecuali perubahan itu sendiri.

Pada perubahan yang tidak pernah berhenti, kita membuat hipotesis. Merancang jauh-jauh dengan tanda bintang kecil, kalau situasi tetap seperti ini selamanya. Kita sering berharap saat ini abadi. Terutama ketika pada pencapaian, pada piala, pada indah. Jadi kebanggaan orang tua. Sampai rumah memeluk ibunya. Disimpan lemari hingga dewasa. Diceritakan nenek-neneknya ke kerabat-kerabatnya. Abadi, hingga ingin lagi.

Aku meyakini kita ini kalau ditulis jadi sebuah buku, judulnya adalah anthology of not yet. Pada yang pasti-pasti, kebanyakannya belum. Jogja ke Solo, sampai Solo juga pindah lagi. Hore bulan ini target nutup, besok nol lagi. Selalu belum, selalu tidak sampai. Kita adalah kumpulan belum.

Pada besok-besok yang sudah pasti belum, sementara ngene sik.

Sunday, June 4, 2023

Menangis pada Ketukan 3/4

Kamu orangnya play musik di spotify apa di apple music? Kalau ga nyoba apple music, aku ga akan pernah tau ada bunyi ride cymbal sepanjang lagu di lagu mirror ball-nya arctic monkey. Fitur lossless membuat setiap detail bisa masuk lewat telinga. Detail banget.

Preferensi orang hari ini juga detail, agak berbeda dengan preferensi orang jaman dulu. Tidak pernah menyangka akan ada masa di mana orang bisa merespon kejadian dengan kalimat “dissapointed but not surpised”. Satu orang bisa bedain kecewa dengan kaget. Yang aku rasa beberapa waktu lalu masih susah untuk dibedakan. Mengetahui ini rasanya kaget tapi tidak kecewa. Sebuah pengamatan yang jeli dari generasi yang dibilang strawberry. Beberapa bos perusahaan atau pemimpin divisi sambat betapa mudahnya generasi ini benyek ketika dapat tekanan. Bukan, mereka hanya lebih jeli teliti aja memetakan apa yang terjadi. Bisa lebih merasakan apa yang terjadi dan jujur menerimanya.


Menangis di cafe menjadi satu pemandangan yang biasa hari ini. Dengan lagu sore dialbum ketiga atau new jeans yang membuat menangis menjadi lebih OMG. Kalau mau lebih marah bisa pakai headset dan pakai lagu there’d better be a mirrorball-nya arctic monkey. Nanti ride cymbal-nya bisa kedengeran jelas.


Adalah sehari-hari kehidupan di jogja. Kota yang menurutku selalu tanggung muda dan tidak pernah dewasa. Malam ini tentang geng lain yang karakternya pick me sekali, lain malam tentang teman segeng yang gatekeep sama knowledge super daging.


Ya ampun.


Aku bersama temanku pernah pitching proposal film tentang mubeng ring road. Kegiatan yang sangat lumrah dilakukan orang jogja yang mengudar perasaannya lewat jalan 4 lajur dipisah beton itu. Sudah macam ritual. Adalah brilian untuk jadi sebuah cerita, pikir kami waktu itu. End up tidak lolos, walaupun salah satu juri bilang, “anjir ini keren sih menurut gue, gue pernah tinggal di jogja dan ini valid”.


Hampir seminggu tinggal di bali, 5 jam tiap hari di jalanan bali. Balik ke jalan jogja dengan pertanyaan: ini kenapa pada di tengah jalan pelan-pelan? Ini kenapa sakmadyo sekali?


Ya ampun.