Pernah mengeluh tentang kepalsuan dunia? Ya semua pernah, ada yang berusaha deal with it, ada yang tetap mengeluhkan.
Dari beberapa yang memilih tetap mengeluhkan mungkin adalah mereka yang tetap berpegang teguh pada keyakinan dan prinsip-prinsip mereka. Banyak yang bilang mereka naif dan kolot. Kejujuran, keaslian, otentik, atau apalah itu. Walaupun nggak ada yang bener-bener asli di dunia ini.
Dari hal-hal yang palsu itu memang dituntut oleh kekinian. Yang kata orang-orang itu mengurangi ke-mindful-an hidup kita dan pada akhirnya, happiness decreases.
Happiness, happiness, happiness. Banyak yang membahas tentang happiness diliat dari psikologi positif, spiritual, gabungan keduanya, atau bahkan logika-logika sederhana seperti nyoto di pagi hari bareng temen-temen itu bahagia.
The highest level of happiness is let it go. Bukan bagian dari "udah ah ngalir aja, ntar dapet aja manut, ngapain manut, sedapetnya aja men, ngoyo amat" bukan sepenuhnya disitu, let it go nya itu berasal dari nggak memaksakan terlalu jauh, emang sukses-sukses itu perlu push the limit juga, tapi disini berusaha realistis, naive yet smart, live here and now. And let it go comes from sincerity. Ikhlas. Opo onone. The ability to hope nothing.
Ikhlas juga berkaitan erat sama kemurnian, purity. Kemurnian niat karena hal yang nggak bisa kita liat, karena hal yang kita perjuangkan juga hal yang belum bisa kita lihat. Dan Tuhan menilai dari kemurniannya, bukan dari grundelannya. You have to be nothing. Udu sopo-sopo.
Karma. It's because of you. Apa yang kamu lempar akan balik juga ke kamu. When you beat someone, someone will beat you back. Pernah tau kalau ternyata brand mobil Rolls Royce sama Bentley ternyata nggak pernah bikin iklan? Tapi mereka tetep survive dan dikenal. Bentley masih masuk digame balap juga mobilnya. Pemenang itu diliat dari nilai-nilai yang ada di dalamnya. Bukan apa yang dilakukan untuk menaklukan orang lain. Kalo menang ya menang aja.
Good luck to catch the butterfly. Ohm.
No comments:
Post a Comment